Ribuan setrip obat dari berbagai jenis yang sudah kedaluwarsa di jual bebas oleh pelaku yang menghapus dan mengganti tanggal kedaluwarsa pada kemasan. Penjualan obat kedaluwarsa itu dilakukan tersangka M (41), warga Jalan Kayu Manis, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Fadil Imran, Senin (5/9), mengatakan, tersangka menjual obat-obat kedaluwarsa itu di toko miliknya bernama MG di Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Tersangka mengaku sudah satu tahun menjual obat kedaluwarsa dengan keuntungan Rp 96 juta per bulan.
Polisi menyita 1.963 strip obat berbagai merek, 49 botol obat cair, 24 karung obat berbagai merek, 122 strip obat yang dihapus tanggal kedaluwarsanya, dan 3 botol cairan penghapus cat kuku.
“Tersangka menghapus tangga kedaluwarsa dengan cairan penghapus cat kuku lalu mencetak tanggal kedaluwarsa baru. Tersangka hanya menghapus tahun kedaluwarsa, sedangkan bulan dibiarkan,kemudian mengganti tahun yang dihapus dengan mesin cetak,” papar Fadil.
Merek obat-obat kedaluwarsa yang dipasarkan tersangka, antara lain, Flavin (obat alergi), Sohobal (pelancar darah), Scopamin Plus (sakit perut), Zincare (diare), Lodia (diare), Forbetes (diabetes), Biosanbe (vitamin zat besi), Mersikol (nyeri tulang), Imudator (vitamin daya tahan tubuh), Padonil (diabetes), Cindala (antibiotic), Nutrichol (vitamin), Acran (mag), dan Lipitor (kolesterol).
Tetangga di tempat tinggal tersangka mengatakan mengenal tersangka sebagai pedagang obat di Pasar Pramuka. Saat polisi menggeledah rumah M, Kamis pekan lalu, tetangga baru tahu di rumah itu tersimpan banyak obat dalam kardus dan karung.
“Saya baru lihat kali itu bahwa di dalam rumahnya banyak obat,” kata seorang ibu yang bernama Daffa
Berbahaya
Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri mengatakan, mengonsumsi obat kedaluwarsa berbahaya bagi tubuh. Zat aktif pada obat kedaluwarsa telah berubah sehingga tak lagi memiliki efikasi atau khasiat sesuai harapan. Efek perubahan zat aktif itu sendiri belum diketahui pasti.
“Organ tubuh yang terkena dampak adalah hati yang memetabolisme tubuh dan ginjal yang berfungsi ekskresi. Kerusakan yang timbul akibat mengonsumsi obat kedaluwarsa tak bisa diprediksi,” kata Noffendri, saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Tanggal kedaluwarsa ditetapkan dengan memperhitungkan ketahanan zat aktif dalam obat, termasuk memperhitungkan kemungkinan penyimpanan di luar pabrik. Dengan dosis tepat, efek samping obat tertentu akan terukur. Akan tetapi, saat obat sudah kedaluwarsa, efek samping atau dampak buruk obat itu pada tubuh tak bisa lagi diprediksi.
Sumber : Harian Kompas cetak Edisi Selasa, 6 September 2016 pada halaman Depan