Metrotvnews.com, Jakarta: Realitas sosial yang semakin menyudutkan profesi dokter menjadi pemicu munculnya gerakan moral melalui grup sosial media, Dokter Indonesia Bersatu (DIB).
DIB pun mengaku masih menunggu kesediaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk bergabung.
“DIB ini gerakan moral, bukan organisasi profesi seperti IDI. Kami (DIB) masih menunggu IDI mau bergabung,” kata aktivis DIB, dr Agung Sapta Adi, saat ditemui metrotvnews.com, Rabu (10/4).
Agung mengaku DIB ini murni mengawal sistem kesehatan nasional demi kepentingan bangsa dan negara. Selama ini, dokter dianggap sebagai tokoh utama dan paling bertanggung jawab atas kesembuhan pasien.
Namun harus disadari bahwa seringkali dokter mengalami keterbatasan dalam menjalankan profesinya. Selain menjalankan tugas utama pada jam kerja, sebagian besar dokter terpaksa membuka praktik tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Ketergantungan dokter dengan praktik sangat besar sehingga dokter tidak fokus. Gaji seorang dokter honorer hanya Rp1,9 juta, dokter PNS golongan III di daerah sekitar Rp3 juta. Ini berbeda jauh dengan gaji sopir bus TransJakarta yang mencapai Rp7,7 juta,” ujarnya.
Keberadaan IDI sebagai organisasi profesi diharapkan pulih kembali setelah sekian lama tak mampu mempertahankan amanah profesi dokter. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya perhatian IDI dan informasi yang jelas kepada masyarakat atas dugaan kasus malpraktik oleh sejumlah tenaga medis.
“Untuk mengembalikan eksistensi dokter, IDI perlu mengadakan pembinaan dan pencerahan, jangan sampai anggotanya (dokter) melanggar kode etik. Selain itu IDI harus berani melindungi anggotanya agar dapat menjalankan tugas secara profesional. Harus ada keseimbangan antara sanksi dan perlindungan profesi,” lanjut Agung.
Untuk itu, DIB mendesak IDI untuk bergabung menuju reformasi pelayanan kesehatan dan kedokteran
“Jika IDI tidak bersedia, DIB akan berjalan sendiri. Perjuangan ini harus dilanjutkan,” pungkasnya.