Pencapaian indikator MDG untuk TB di Indonesia cukup memuaskan dan diperkirakan semua indikator TB akan dicapai sebelum waktu yang ditentukan pada tahun 2015. Selain dari pada itu, keberhasilan pengendalian TB di Indonesia juga ditunjukkan dengan apresiasi dari beberapa tokoh penting di dunia, di antaranya adalah Sekjen PBB Ban Ki Moon melalui surat langsung kepada Presiden Republik Indonesia yang menyampaikan penghargaan atas upaya pengendalian TB di Indonesia pada tahun 2012.
Hari Tuberkulosis Sedunia atau Hari TB Sedunia yang setiap tahunnya diperingati pada tanggal 24 Maret. Untuk tema global peringatan hari TB sedunia tahun ini 2014 adalah “ Amplify and Sustain Our TB Successes” yang diterjemahkan menjadi tema nasional “menggaungkan Kesuksesan Kita di Bidang TB secara Berkesinambungan”.
Oleh sebab itulah dengan Hari TB Sedunia ini idionline sempat mewawancarai Bagian Kajian Penyakit Menular PB IDI, Dr. Jemfy Naswil yang berkenaan sejauh mana peran PB IDI untuk memberantas TB di Indonesia.
Dr. Jemfy mengatakan, bahwa peran IDI dalam memberantas TB di Indonesia adalah awalnya pada Tahun 2005 Organisasi Medis Internasional menyusun standard untuk menatalaksanaan TB berdasarkan evidens base yang disebut ISTC (International Standards for Tuberculosis Care) dan direkomendasikan untuk digunaan dalam menatalaksana TB diseluruh dunia.
Tahun 2006 Kasubdit TB dan Penyusun ISTC datang ke PB IDI untuk memaparkan situasi TB pada saat itu dan ISTC kepada Pengurus PB IDI. Situasi TB pada saat itu sangat memprihatinkan dimana Indonesia menduduki peringkat ke 3 penderita TB terbanyak didunia. Angka kematian karena TB mencapai 100.000/tahun (300/hari). Penanganan TB belum standard diseluruh wilayah Indonesia karena program pemerintah belum menjangkau fasilitas kesehatan swasta.
Sejak itu IDI, kata Bunda begitulah kalau disapa, berkomitmen membantu pemerintah dalam Program Pengendalian Tuberkulosis (P2TB) dengan kegiatan diantaranya, pada Tahun 2006 mendukung digunakannya ISTC(International Standards Tuberculosis Care) dalam P2TB di Indonesia.
Pada tahun 2007 membentuk Task Force ISTC di Pusat, selanjutnya IDI membentuk Task Force ISTC disemua Provinsi, kemudian melaksanakan kegiatan seperti : Membuat modul Pelatihan ISTC, Mengadakan Pelatihan untuk Pelatih (TOT) ISTC untuk semua Provinsi @ 5 orang, Mensosialisasikan ISTC, Membuat modul Pelatihan TB, Mengadakan Pelatihan TB 11 angkatan @ 30 dokter/angkatan di 8 Provinsi, Melaksanakan Monev pasca Pelatihan TB dan Mendorong terbentuknya jejaring TB dilapangan.
Dokter yang lahir di Bukit Tinggi 68 tahun yang lalu ini menambahkan, bahwa penyakit Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dinegara kita. Indonesia masih merupakan 5 besar Negara dengan beban penderita TB terbanyak.
Situasi TB di Indonesia saat ini, Angka Insidens 185/100.000 penduduk, angka pevalens 213.000/100.000 penduduk, angka mortalitas 27/100.000, Jumlah penderita TB baru 460.000. Angka kematian karena TB 67.000/tahun (186 orang/hari).
TB merupakan pemunuh nomor 1 terbanyak diantara penyakit menular. Jumlah penderita Multi Drugs Resistance (TB MDR) diperkirakan sebanyak 6900 orang, 2% berasal dari kasus baru, 12% dari kasus pengobatan ulang.
WHO telah merekomendasikan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang cost efektif untuk mengendalikan TB sejak tahun 1995, yang terdiri dari 5 (lima) komponen : Komitment politis, Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, Pengobatan jangka pendek yang standard bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat termasuk pengawasan langsung pengobatan, Jaminan ketersediaan obat anti tuberculosis (OAT) yang bermutu. Dan Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Pelaksanaan strategi DOTS memegang peran dalam pengendalian TB selama lebih dari satu dekade, dan sampai saat ini tetap menjadi komponen utama dalam strategi pengendalian TB yang terus diperluas untuk mencapai akses universal, komponen utama pengendalian TB yang penting adalah pengelolaan kasus kekebalan obat anti TB, TB terkait HIV, penguatan sistem kesehatan, keterlibatan seluruh penyedia layanan kesehatan dan masyarakat, serta promosi penelitian
Target tahun 2035, Angka kematian turun 75%, Angka Insidens turun 50%, dan Tidak ada keluarga yang mengalami masalah ekonomi karena TB. Walaupun sudah banyak keberhasilan yang dicapai dalam beberapa tahun ini masih menghadapi masalah-masalah : Masih banyak dokter yang belum memahami strategi DOTS, Masih sedikit dokter yang telah terpapar ISTC, Jumlah dokter anggota IDI sangat besar (113.705), Biaya sosialisasi ISTC dan pelatihan TB sangat besar, Jumlah penderita MDR-TB semakin meningkat, dan Penyakit-penyakit lain yang meningkatkan kejadian TB seperti HIV/AIDS, Narkoba, DM dll.
Untuk mencapai target tersebut diatas PB IDI membuat terobosan dengan mengeluarkan kebijakan tentang SERTIFIKASI bagi dokter yang menatalaksana pasien TB.
Dokter yang menangani pasien TB harus mengikuti Standar Pelayanan Kedokteran TB yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI dan mendapat sertifikasi yang dikeluarkan oleh PB IDI.
Untuk mendapatkan sertifikasi, Dokter Layanan Primer harus mengikuti pelatihan TB yang difasilitasi oleh IDI serta menjadi bagian dari jejaring TB diwilayah kerjanya. PB IDI dan jajarannya akan memonitor pelaksanaan sertifikasi.
Program Sertifikasi diselenggarakan atas kerjasama IDI dan Kementrian Kesehatan RI dan jajarannya masing-masing.
Sasaran program sertifikasi ini adalah, Dokter praktik mandiri, Berpraktik mandiri atau diklinik, Sudah mendapat pelatihan TB yang diselenggarakan oleh IDI atau Kemenkes RI dan jajarannya dalam 5(lima) tahun terakhir dan dibuktikan dengan penilaian pemahaman DOTS dan ISTC. Menatalaksana pasien TB dengan jumlah yang disepakati oleh masing-masing IDI Cabang dalam 6 (enam) bulan. Menjadi bagian dari jejaring eksternal TB diwilayahnya
Pelaksanaan Sertifikasi, yaitu dokter yang telah mengikuti pelatihan TB akan dimonitor kinerjanya dalam melayani pasien TB selama 6(enam), bila telah memenuhi persyaratan akan mendapat sertifikat sertifikasi TB, Logo dan Reward/Ganjar dalam bentuk SKP.
Persyaratan untuk mendapat sertifikat sertifikasi TB adalah : pertama, menatalaksana pasien TB sesuai standard dngan jumlah yang ditentukan oleh masing-masing IDI Cabang, Kedua menjadi bagian dari jejaring TB diwilayahnya dan Ketiga, minimal 80% diagnosa TB ditegakkan dengan pemeriksaan sputum, Keempat, melakukan pencatatan sesuai program Nasional.
Ketua Task Force ISTC Pusat ini melaporkan juga bahwa IDI telah mengeluarkan 4 buah buku , Modul Pelatihan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC), Buku Baku ISTC, Modul Pelatihan TB bagi Dokter Praktik Swasta (DPS) dan Panduan Tata Laksana Tuberkulosis.
IDI dan Pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI telah banyak bekerja sama dalam pengendalian TB, yaitu salah satunya Ikut berpartisipasi aktif dalam Program Pengendalian TB secara umum, khususnya dalam hal : Mensosialisasikan ISTC, Memberikan pemahaman tentang DOTS kepada anggotanya. Dan Mendorong anggotanya agar menatalaksana pasien TB sesuai standard, dengan harapan semua penderita TB dapat ditemukan dan disembuhkan sehingga angka TB MDR dapat ditekan sekecil mungkin.