1362538051
MEDAN – Puluhan dokter muda memadati ruang rapat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Medan. Mereka mewakili ratusan dokter muda yang tergabung dalam Gerakan Retaker Sumatera Utara (GRS) menyampaikan tuntutan mereka agar fakultasnya, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia (UMI) melaksanakan wisuda, sumpah dokter dan memberikan ijazah, Kamis (27/6).

Koordinator GRS, dr Adi, menyampaikan kalau mereka telah menyelesaikan kewajiban mereka di kampus dan sekarang mereka meminta haknya untuk diwisuda seperti mahasiswa kedokteran di FK Universitas lainnya.

“Ini menyangkut masalah hak kami setelah menyelesaikan kewajiban kami di kampus. Ini terjadi bagi kampus kami. Kami tidak sebutkan, karena ini menyangkut almamater,” kata dr Adi di kantor IDI Cabang Medan.

Menurut mereka, tidak ada alasan pihak kampus atau dekan Fakultas Kedokteran di tempat mereka untuk tidak melakukan wisuda dan sumpah dokter kepada mereka.

“Kami sudah membayar segala administrasi untuk itu. Uang administrasi untuk wisuda kami minta sama orangtua kami, tapi sampai sekarang kami tidak di wisuda, juga uang tidak kembali. Jelas orangtua kami semua bertanya-tanya,” katanya.

Kata dr Adi, mereka sudah berusaha melobi pihak dekan. Hanya saja, alasan dekan, para dokter muda itu belum bisa diwisuda karena belum lulus ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI).

“Pihak dekan tetap ngotot tidak mau. Walaupun sebenarnya kita sudah sangat memohon. Ini sudah setengah tahun berlangsung. Ini mempengaruhi kredibitas dan pisikis kami dalam menatap masa depan,” ucap Adi dan diaminkan puluhan dokter muda yang tergabung dalam GRS yang ikut dalam pertemuan itu.

Menurutnya, alasan dekan mereka tidak melakukan wisuda dan sumpah dokter karena belum lulus UKDI itu sebenarnya tidak tepat. Pasalnya, merujuk fakultas kedokteran lain di Sumatera Utara dan di luar daerah, tidak mempersoalkan tentang adanya tanda kelulusan dari UKDI.

“Kami dapat informasi di Sumut ini ada 800-an dokter muda yang tidak lulus UKDI. Yang lain tetap melaksanakan wisuda dan sumpah dokter. Tapi, kami yang berjumlah 100 orang lebih ini tidak diwisuda oleh fakultas kami. Ini sangat riskan,” katanya.

Dia mengakui, dengan kelulusan UKDI itu baru dapat Surat Tanda Registrasi (STR) yang bisa digunakan untuk berpraktik. Tapi, tidak sedikit juga instansi yang menerima pegawai dokter tanpa harus melihat apakah dokter itu punya STR atau tidak.

“Ini kan menyangkut kesempatan dan masa depan kami. Jadi, kita minta pihak fakultas bisa mendengar hati nurani kami ini,” ujarnya.

Seorang dokter muda lainnya, Bunga, mengatakan sangat kecewa dengan perlakuan fakultas kepada ia dan rekannya. Kewajiban membayar uang wisuda sudah dipenuhi namun wisuda tak kunjung dilakukan.

“Sekarang orangtua nanya-nanya terus, kami mau jawab apa, dikira kami kuliah ini nipu-nipu. Uang wisuda yang kami bayarkan, itupun tidak dikembalikan. Katanya nasi sudah jadi bubur. Kami gini gak tahu mau ngapain lagi. Mau bilang kami ini dokterpun gak berani karena gak ada wisuda. Sebagian kawan kami yang gak tahu mau ngapain lagi pulang kampung,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Organisasi PB IDI Ramlan mengungkapkan, masalah dokter-dokter muda ini sudah diserahkan ke PB IDI.

“Seperti nama sekitar 818 orang dokter muda dan lulusan dokter yang tidak lulus UKDI di Sumut sudah dipegang PB IDI, sudah saya serahkan langsung tadi (kemarin,Red) pukul 13.30 WIB. Komite Bersama-UKDI (KB UKDI ) sekarang sudah dibekukan,” ujarnya.

Dengan bekunya KB-UKDI, berarti ujian kompetensi tidak dilaksanakan lagi. Jadi para dokter muda tersebut bisa segera diwisuda. “Mudah-mudahan permohonan mereka untuk mendapatkan STR bisa terpenuhi, karena KB UKDI sekarang sudah dibekukan,” ujarnya. (com)

error: Content is protected !!