Sindonews.com – Jumlah pasien penyakit jantung mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah dokter spesialis kardiologi (jantung) yang sangat minim.
“Sampai saat ini, baru ada sekitar 630 dokter spesialis kardiologi di Indonesia. Di DIY saja, hanya ada 11 dokter spesialis kardiologi,” ujar Kepala Bagian Kardiologi dan Vaskuler Fakultas Kedokteran UGM dr Hariadi Hariawan, kepada wartawan, di RSUP Dr Sardjito, Kamis (22/8/2013).
Ditambahkan dia, jumlah itu sangat minim. Karena, rasio penderita penyakit jantung masih sekitar 1:600.000 jiwa. Padahal, setidaknya rasio untuk dokter spesialis kardiologi ialah 1:10.000 jiwa.
Dia menambahkan, minimnya dokter spesialis jantung dikarenakan pendidikan dokter spesialis di Indonesia terpusat hanya di UI Jakarta dan Universitas Airlangga Surabaya.
Jumlah lulusannya pun hanya sekitar 15-20 dokter pertahun. Menyadari kekurangan tersebut, dibukalah pusat-pusat pendidikan spesialis baru, termasuk di UGM. Saat ini, sudah ada 13 pusat pendidikan spesialis di Indonesia.
“Sampai saat ini, UGM sendiri baru meluluskan lima spesialis jantung. Hal ini, bukan dikarenakan minimnya minat terhadap pendidikan spesialis jantung. Tetapi, karena masih terbatasnya pengajar dan fasilitas peralatannya,” terang dokter spesialis jantung RSUP Dr Sardjito.
Menurut Hariadi, peminat terhadap pendidikan spesialis jantung di UGM justru menduduki rangking tertinggi dibandingkan spesialisasi lainnya. Namun, karena berkomitmen menjaga kualitas lulusannya, UGM hanya menerima lima mahasiswa tiap semesternya.
Di lain pihak, terbatasnya dokter spesialis jantung membuat penanganan kesehatan terhadap pasien penyakit jantung dikolaborasikan dengan dokter spesialis penyakit dalam.
“Pasien penyakit jantung yang melakukan perawatan di RSUP Dr Sardjito mencapai 200 pasien perhari. Dan 10-20 persen diantara pasien yang datang tiap harinya tersebut, merupakan pasien baru. Bisa dibayangkan, kebutuhan akan dokter spesialis jantung,” paparnya.