123912_dokterdemo1

Jakarta – Sekitar 50 dokter dari Dokter Indonesia Bersatu (DIB) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Tidak seperti buruh di Jabodetabek yang berdemo dengan bus pariwisata, para dokter ini berdemo dengan menumpang Metromini.

Para dokter pelosok di Indonesia ini berdemo dengan menumpang naik dua Metromini 47 jurusan Pondok Kopi-Senen dan satu mobil ambulans. Kendaraan mereka diparkir di sisi barat daya Monas.

Para dokter yang terdiri dari dokter profesi, dokter umum, dan dokter magang ini menuntut perhatian pemerintah pada dokter-dokter di pelosok Indonesia.

“Ribuan teman kami masih sengsara di ujung negeri ini,” ujar dokter Agung, juru bicara DIB.

Dalam aksi damai ini, mereka mengenakan jas putih kebesaran mereka. Tidak lupa alat-alat seperti alat oksigen dan infus mereka bawa. Ada juga pasien ‘pura-pura sakit’ dengan tempat tidurnya ikut beraksi.

Para dokter juga membentangkan spanduk sekitar 20 meter. Isi spanduk antara lain ‘Stop Politisasi Kesehatan’, ‘Stop Kriminalisasi Dokter’, ‘Pendidikan Kedokteran yang Terjangkau Untuk Rakyat’, ‘Merevisi UU Kedokteran tentang Dokter Layanan Primer’, dan ‘Anggaran Kesehatan 5 Persen dari APBN.

Usai berorasi, para dokter beristirahat. Sebagian ada yang berfoto-foto dengan latar belakang Istana Merdeka. Sebagian lagi mencicipi jajanan kaki lima yang dari awal menyaksikan aksi mereka. Setelah beristirahat, rencananya mereka akan melanjutkan aksinya ke Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Akibat aksi ini, lalu lintas padat dari arah Lapangan Banteng menuju Harmoni.

Sedangkan dalam website DIB, komunitas ini menulis alasan mereka berjuang, berikut sedikit kutipannya:

Tahun ini pemerintah memperkirakan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia naik menjadi Rp 9.270 triliun. Sumber : APBN 2013

Namun pemerintah hanya menganggarkan Rp 55,9 triliun untuk pembiayaan kesehatan. Ini artinya pemerintah hanya menganggarkan 0.6% dari PDB Indonesia. World Health Organization (WHO) merekomendasikan setiap negara mengalokasikan setidaknya 5% dari PDB untuk kesehatan. Anggaran Kesehatan yang berada di bawah 1% PDB ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki Anggaran Kesehatan yang terendah di dunia.

Akibat luar biasa rendahnya anggaran kesehatan Indonesia, wajar bila fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia serba kekurangan. Wajar bila berbagai permasalahan kesehatan di Indonesia tidak kunjung tuntas. Wajar bila dokter yang bekerja di Rumah Sakit atau Puskesmas selalu kewalahan mengobati warga yang sakit. Wajar bila berbagai target-target pembangunan kesehatan di Indonesia selama ini selalu gagal. Wajar bila akibat itu semua timbul beragam permasalahan di lapangan, dan Dokter Indonesia kembali dijadikan kambing hitam akibat buruknya kebijakan pemerintah di bidang kesehatan.

Pemerintah Indonesia saat ini selalu mengagungkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, namun ketidakpedulian pemerintah terhadap kesehatan bangsa ini telah mengakibatkan berbagai permasalahan kesehatan tumbuh subur dan berkembang tanpa kendali di Indonesia. Jutaan masyarakat Indonesia saat ini tidak memiliki akses memadai terhadap pelayanan kesehatan yang baik. Pada akhirnya mereka akan menjadi statistik tingginya kematian akibat beragam penyakit di Indonesia.

Bangsa yang maju adalah bangsa yang sehat. Bangsa yang sehat dapat berpikir menggunakan akal sehatnya dan menjadikan kesehatan sebagai salah satu prioritas penting pembangunan. Saatnya kita merubah Pelayanan Kesehatan di Indonesia melalui Reformasi Kesehatan yang Berkeadilan . Demi masa depan Indonesia yang lebih sehat, saatnya anggaran kesehatan dinaikkan sesuai amanat undang-undang yaitu minimal 5% APBN dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terselenggara dengan anggaran yang cukup sesuai dengan perhitungan Ikatan Dokter Indonesia tahun 2012 dimana besaran premi (PBI) yang pantas sesuai nilai keekonomian adalah sebesar Rp. 60.000/orang yang terdiri dari kapitasi layanan primer sebesar Rp. 20.000/orang sisanya untuk menunjang pelayanan sekunder-tersier (besaran INACBG yang pantas sesuai dengan nilai keekonomian).

error: Content is protected !!