konsultasi-dokter-ilustrasi-_130219080152-527

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com – Sekilas, Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan tampak beraktivitas seperti biasa. Namun, Jumat (20/9), rupanya gejolak terjadi di rumah sakit yang terletak di Jalan Pajajaran, Pamulang, itu.

Gejolak itu terjadi ketika 20 dokter di RSU Kota Tangsel ini melakukan aksi semacam “unjuk rasa”. Para dokter itu berbondong-bondong dari RSU Kota Tangsel menemui Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie yang tengah menghadiri sebuah acara di Kompleks Puspiptek, Setu.

Mereka ingin bertemu Benyamin Davnie untuk menyampaikan tuntutan. Tuntutan para dokter itu muncul akibat adanya sejumlah kejanggalan yang mereka rasakan dalam pengelolaan rumah sakit yang sampai saat ini sebagian gedungnya masih dalam proses penyelesaian.

Di antara tuntutan itu, para dokter RSU Kota Tangsel menolak keberadaan dokter asing dan mendesak pergantian direktur rumah sakit, yang mereka sebut penempatannya menyalahi aturan.

“Kami menolak adanya dokter asing karena ilegal dan tidak sesuai prosedur. Kami juga menilai, penempatan direktur rumah sakit ini harus memiliki kompetensi dari tenaga medis,” kata juru bicara para dokter RSU Kota Tangsel, dr Arif Kurniawan, SpOG, di Gedung Graha Widya Bhakti, Puspiptek, seusai bertemu Benyamin.

Meski para dokter sedang melancarkan protes, pelayanan di rumah sakit tersebut tetap berjalan seperti biasanya.

Menurut Arif, aksi itu merupakan akumulasi dari berbagai persoalan yang muncul di rumah sakit tempatnya bertugas. Ia menyebut, penempatan tenaga dokter asing harus melalui persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia.

Arif mengungkapkan, Dinas Kesehatan Tangsel beralasan, keberadaan dokter asing itu hanya untuk melakukan transfer ilmu. Namun, kenyataannya, mereka juga melakukan tindakan medis.

“Padahal, penanganan medis masih bisa dilakukan tenaga dokter kita sendiri,” ucap Arif.

Para dokter, lanjut Arif, juga tidak sepakat dengan penempatan orang nomor satu di RSU Kota Tangsel yang bukan berasal dari disiplin ilmu dan kompetensi bidang medis.

Menurut Arif, Neng Ulfa, yang kini menjabat Direktur RSU Kota Tangsel, merupakan lulusan sarjana ilmu sosial.

Menurut dia, ketentuan bahwa seorang direktur rumah sakit harus lulusan ilmu kedokteran telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 471 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Arif menyebut, tidak kompetennya direktur rumah sakit bisa berbuntut pada pelayanan rumah sakit yang buruk.

“Pelayanan pada pasien bisa terganggu jika tidak kompeten. Kami bukan melawan kebijakan, tetapi hanya ingin meluruskan yang seharusnya dilakukan,” katanya.

Neng Ulfa, yang juga hadir di Puspiptek, mengatakan, ia hanya menjalankan tugas yang diberikan pimpinan sebagai direktur di RSU.

Menurut dia, selama ini tidak ada masalah antara ia dan para dokter dalam pekerjaan sehari-hari. “Soal medis, para dokter yang menangani, jadi tidak ada masalah sebenarnya,” kata Ulfa.

Wali Kota Benyamin Davnie mengatakan, para dokter itu intinya menuntut penyempurnaan sistem pelayanan di RSU Kota Tangsel.

Mengenai penunjukan direktur RSU, Benyamin mengatakan, tuntutan dokter itu akan diperhatikan. “Untuk direktur, ini menjadi catatan dan perhatian, pada saatnya akan ditempatkan sesuai peraturan,” katanya.

Menurut dia, penempatan direktur saat ini terjadi dalam situasi yang mendesak karena keterbatasan tenaga medis, sementara proses pembangunan gedung RSU Kota Tangsel sampai saat ini masih berjalan.

“Ini ada kaitan dengan RSU masih dibangun, operasional gedung masih ditangani dinas kesehatan. Kalau urusan medis, tentu menjadi pekerjaan tenaga medis.

Yang tidak boleh dicampuri adalah pekerjaan medis. Dinkes hanya menangani proyek pembangunannya, RSU masih dibangun, jadi supaya fokus melayani masyarakat,” kata Benyamin.

Tangsel telah menggratiskan pelayanan kesehatan di rumah sakit ini bagi pemegang KTP Tangsel. Namun, pasien tidak bisa langsung datang ke RSU karena harus mendapat rujukan terlebih dulu dari puskesmas setempat. (RAY)

Sumber : KOMPAS CETAK
error: Content is protected !!