Pasien kanker ovarium kini memiliki harapan baru dengan disetujuinya terapi inovatif berbasis terapi target di Indonesia.
Ini menjadi babak baru dalam penatalaksanaan kanker ovarium di Indonesia yang sebelumnya bergantung pada operasi dan kemoterapi.
Terapi target ini pertama kalinya disetujui tahun 2011 oleh Komisi Eropa berdasarkan hasil dua penelitian besar dilakukan di Eropa dan Amerika, dan disetujui sebagai pengobatan lini pertama kanker pada pasien kanker ovarium stadium lanjut.
“Terapi target ini positif dalam meningkatkan kualitas hidup penderita dan memberi harapan hidup lebih lama hingga 27 persen pada pasien stadium lanjut,” kata Sven Mahner, dokter onkologi dari University Medical Center Hamburg-Eppendorf, Department of Gynecology and Gynecologic Oncology.
Hal lain pula disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG(K) Onk, dokter sub-spesialis Obstetri dan Ginekologi Onkologi Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menyambut gembira dengan disetujuinya inovasi tersebut.
“Kebanyakan dari pasien yang baru terdiagnosa kanker ovarium akan dioperasi untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan tumor. Setelah itu, pengobatan dilakukan dengan terapi pengobatan lini pertama,” jelasnya saat ditemui dalam seminar mengenai kanker ovarium bersama Roche, di Double Tree Hotel, Cikini, Jakarta, Sabtu (24/1/2015).
Pengobatan dengan terapi target lebih baik daripada kemoterapi, karena sel sehat tidak akan dibunuh. Terapi target bekerja dengan menyerang vaskular endothelial growth factor (VEGF), memutus proses angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) pada sel kanker, sehingga membuat sel kanker kelaparan dan mati perlahan-lahan. Dengan demikian, terapi ini disebut juga terapi anti-angiogenesis.
“Bagi penderita kanker ovarium stadium awal, terapi target bersifat paliatif yaitu tambahan untuk membantu menekan pertumbuhan sel kanker. Sementara pada penderita stadium lanjut, tiga ke atas, sifatnya kuratif untuk mengobati kanker yang tidak lagi dapat ditangani dengan operasi,” tambah Andrijono.
Sementara penelitian terus dikembangkan oleh dua penelitian besar tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyetujui inovasi ini untuk indikasi kanker kolorektal, payudara tipe tertentu, paru-paru, dan ovarium.