184650_183113_pijat2ts

Jakarta, Beberapa tahun terakhir, prestasi olahraga yang diraih Indonesia bisa dibilang stagnan atau mungkin malah menurun. Karena profesi atlet sangat erat dengan cedera, maka tenaga medis yang menangani juga harus mumpuni. Sayang kebutuhan tenaga ini belum banyak terpenuhi.

Dalam kedokteran, ada spesialisasi yang menangani isu-isu kesehatan berkaitan dengan olahraga, yaitu kedokteran olahraga. Sayang, jumlah dokter spesialis olahraga tak banyak. Fakultas Kedokteran yang mengajarkan juga hanya ada di Universitas Indonesia (UI).

“Kebutuhannya bermula dari Menpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga) di mana ketika itu atlet-atlet hanya ditangani dokter umum yang memiliki pengalaman di bidang olahraga. Maka diajukan lah bagaimana membentuk sub kedokteran olahraga,” kata dr Michael Triangto, SpKO, dokter spesialis kedokteran olahraga dari RS Mitra Kemayoran.

Di sela-sela acara pembukaan 3rd Annual Scientific Meeting of Indonesian Hip and Knee Society (IHKS) di Hotel Gran Melia, Jl H. Rasuna Said Kuningan, Jakarta, Jumat (23/8/2013), dr Michael menuturkan bahwa jumlah dokter spesialis olahraga di Indonesia kini tidak sampai 100 orang.

“Kebutuhannya sebenarnya banyak. Permasalahannya adalah ketika itu kita hanya melihat kebutuhan atlet karena permintaannya dari Menpora. Sedangkan untuk pengurus cabang olahraga sendiri, tidak semua cabang memiliki dokter olahraga. Oleh karena itu perkembangan dokter olahraga di Indonesia belum begitu banyak,” terangnya.

Dr Michael kini menjabat sebagai pengurus bidang olahraga PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia) dan aktif menangani atlet bulu tangkis nasional sejak tahun 1987. Secara umum, hanya ada beberapa cabang olahraga saja yang sudah memiliki dokter spesialis olahraga, yaitu atletik, tinju, dan bulu tangkis.

Permasalahan minimnya dokter olahraga ini juga bisa jadi lantaran banyak orang Indonesia yang belum gemar berolahraga. Jika menilik ketersediaan jumlah atlet dan rumah sakit olahraga, maka dr Michael berpendapat bahwa sebenarnya masyarakat umum juga perlu mulai menggiatkan olahraga.

“Kalau orang tahunya olahraga harus capai, pegel, dan sakit badannya, hasilnya malah tambah sakit. Berbeda dengan atlet di mana cedera adalah bagian dari risiko yang harus dihadapi. Tugas dokter olahraga di sini adalah membatasi bagaimana cedera tidak bertambah parah. Sedangkan untuk masyarakat, tidak perlu no pain no gain, tetapi no pain but still gain,” terangnya

Di sisi lain, banyak masyarakat yang belum tahu perbedaan dokter ortopedi dan dokter olahraga. Apabila seseorang mengalami patah tulang, yang berhak menangani adalah dokter ortopedi karena diperbolehkan melakukan operasi. Setelah itu, dokter rehabilitasi medik bertugas agar pasien dapat berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari.

Peran dokter olahraga adalah ketika pasien sudah bisa bergerak, namun ingin meningkatkan kemampuan fisiknya. Definisinya adalah program pengobatan yang menggunakan olahraga terukur untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang atau menyembuhkan penyakit tertentu seperti sendi lutut, nyeri panggul dan nyeri pinggang.

Selain itu, ternyata ada perbedaan antar dokter olahraga di tanah air dan di luar negeri. Di Indonesia, pendidikan spesialis olahraga dapat langsung diambil setelah lulus menjalani pendidikan dokter umum. Namun di luar negeri, harus mengambil ortopedi terlebih dahulu baru mengambil kedokteran olahraga.

Hal ini menyebabkan sulit menentukan ada berapa banyak dokter spesialis olahraga di luar negeri. Namun dr Michael menyebutkan, jenjang pendidikan spesialis kedokteran di Indonesia serupa dengan Singapura yang juga masih mengalami kekurangan dokter olahraga.

“Rasio dokter dengan masyarakat mungkin tidak akan terpenuhi, tapi dapat melayani masyarakat jika bekerja sama dengan tenaga profesional lainnya,” pungkasnya.

error: Content is protected !!