JAKARTA (Pos Kota) – Kementerian Kesehatan membatasi masa kerja bagi dokter, dokter gigi dan bidan yang berstatus pegawai tidak tetap (PTT). Kebijakan tersebut dilakukan setelah banyaknya dokter-dokter muda (baru lulus perguruan tinggi) dan bidan yang tidak bisa mengikuti PTT akibat penuhnya kuota PTT.
Jika pada aturan lama yakni Kepmenkes 683/2011 masa PTT dokter dan dokter gigi nyaris tanpa batas, maka pada Permenkes Nomer 07 tahun 2013, maksimal hanya bisa 4 tahun.
“Setelah 4 tahun, seorang dokter dan dokter gigi tidak boleh memperpanjang penugasan PTT-nya,” kata Kepala Biro kepegawaian Kemenkes Pattiselano Robert Johan, Jumat (10/5).
Aturan tersebut juga berlaku bagi PTT bidan. Pada peraturan lama, seorang bidan bisa melakukan PTT hingga 9 tahun dengan cara perpanjangan terus, namun pada aturan baru, seorang bidan hanya boleh tugas PTT 6 tahun. Setelah itu dokter, dokter gigi dan bidan harus mengambil pilihan mendaftar menjadi CPNS atau membuka praktik sendiri.
Pattiselano mengakui selama ini banyak dokter, dokter gigi dan bidan yang lebih suka dengan status sebagai tenaga PTT dibanding CPNS. Sebab menjadi tenaga PTT gaji yang diterima jauh lebih besar dibanding CPNS.
Sebagai perbandingan, untuk dokter dan dokter gigi didaerah terpencil, take home pay perbulan mencapai Rp 4,8 juta. Dan dokter PTT di daerah sangat terpencil mencapai Rp 7,1 juta per bulan. Bandingkan dengan dokter dan dokter gigi dengan status PNS yang hanya memperoleh gaji Rp 2,5 juta per bulan.
Akibat besarnya gaji dan insentif dokter PTT, kuota PTT selalu penuh dan dokter-dokter yang baru lulus perguruan tinggi sulit untuk mengikuti program tersebut.
Data Kemenkes saat ini jumlah tenaga PTT tercatat 3.185 dokter umum, 1.078 dokter gigi dan 40 ribu bidan. Untuk membayar gaji dan insentif tenaga-tenaga PTT tersebut, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 1,7 triliun per tahun.
Pattiselano berharap kebijakan membatasi masa tugas PTT tersebut akan mendorong pemerintah daerah untuk segera mengangkat dokter, dokter gigi dan bidan menjadi PNS daerah.
Sebab program PTT sesungguhnya hanyalah berfungsi memback up daerah yang kekurangan dokter dan bidan.
“Selanjutnya, tentu pemerintah daerah harus memenuhi kebutuhan dokter dan bidan sendiri melalui pengangkatan sebagai PNS daerah,” pungkas Pattiselano. (inung/d)